- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Profil Suku Komering
ASAL USUL MASYARAKAT KOMERING
Dahulu didaerah Pegunungan Perbatasan Burma / Siam ( Thailand ) hidup berdampingan secara damai antara beberapa suku yakni suku Melayu Kuno, Igorot , Ranau, Toraja, dan lain – lain . Suku Komering berada ditengah-tengah suku lainnya namun ia mampu mempertahankan identitasnya terutama pada alat komunikasi yaitu bahasa, bahasa Komering sementara pengamat menyatakan banyak kesamaan dengan bahasa Batak, yang ceritanya antara 2 suku tersebut sering bercanda untuk menyatakan siapa yang tertua diantara Nenek Moyang mereka yang bersaudara.
Suku Batak adalah bagian dari Melayu Kono yang mendiami pergunungan perbatasan Burma / Siam ( Thailand ). Selain suku Melayu Kono juga adanya suku IGOROT, Ranau, Toraja dan lain-lain . Semua suku yang menghuni pegunungan Siam, menolak segala hubungan dengan dunia luar. Kemudian sekitar tahun 1000 sebelum Masehi Bangsa Mongol memperluas daerah sampai ke sungai Mekong.dengan demikian suku – suku yang berada di pegunungan Siam merasa terdesak dan memberanikan diri pergi menyeberangi lautan, di antara suku tersebut adalah suku ranau yang mendarat di Sumatera Selatan dan berkurung disekitar Danau Ranau ±2500 tahun. Sedangkan Suku Batak mendarat di Pantai Barat Andalas, lalu kemudian Suku Batak dan terpencar di Pulau Andalas ( Sumatera ), tulisan suku Ranau hampir sama dengan tulisan Batak, sedangkan Bahasa Batak logatnya hampir dengan Bahasa Igorot ( Philipina ).
Pada saat itu terjadi perpindahan besar besaran dari daratan Asia ke Daerah Nusantara.Suku Bangsa Melayu Kuno ( India Selatan ) dalam pengungsianya bergerak menyeberangi laut Andaman, kemudian berpencar dalam beberapa kelompok, diantaranya ada yang sampai di ujung Utara Sumatera, yang terpecah menjadi Batak Karo, Toba, Dairi dan Alas, sedang kelompok lainya berlayar ke pantai barat dan menuju ke ujung Selatan sementara, tepatnya di daerah Keroi dan menyebar di daerah pegunungan, ada yang menetap di Bukit Pasagi dan juga di gunung Seminung. Kemudian ketiganya berkembang berasimilasi dengan penduduk asli yang lebih dahulu mendiami sekitar gunung Seminung tersebut, sehingga timbulah Ras baru, diantaranya : Komering, Ranau, Daya, Lampung. Pada waktu itu kepercayaan mereka adalahAnimisme, dalam perkembangannya, mereka meminta kekuatan gaib dan kesaktian dengan melakukan Pertapaan di bukit Pasagi dan Gunung Seminung, kemudian mereka menyebar disekitar Danau Ranau dan mendirikan perkampungan yang bernama SAKALA BERAK, Sakala berarti Penjelmaan / titisan, sedang kata berak berarti Besar / lebar, dalam Bahasa Komering sekarang. jadi SAKALA BHRA artinya Titisan atau Penjelmaan Dewa dari Gunung Seminung. Anggapan demikian dapat dilihat pada persamaan bagi Sesepuh dengan istilah PU –HYANG (Puhyang ) berarti Tuanku Barasal Dari Dewa wangsa Sakala Bhra sebagai “ MULAN “ mulan bearti generasi yang kemudian. ( Pak Sipak ). Jadi Suku Komering asimilasi antara penduduk asli Gunung Seminung dengan pendatang dari Suku melayu kuno.
2. ASAL MULA NAMA KOMERING
Menurut informasi penduduk dan cerita orang tua –tua setempat, Komering berasal dari bahasa India yang berarti PINANG, kerena sebelum abad ke IX daerah ini marak dengan perdagangan buah pinang, dengan pedagang dari India, sebagai bahan rempah – rempah.diantara jenis rempah lainya sebagai juragan Pinang.Kemudian juragan pinang yang berasal dari India tersebut dimakamkan di dekat pertemuan sungai Selabung dan Waisaka, di hulu Kota Muara Dua. Dari tempat makam tersebut mengalir sungai sampai Ke muara ( Minanga ), sehingga mulai saat itu semua penghuni di sepanjang pinggiran sungai tersebut dinamakan Orang Komering dan daerahnya dinamakan Daerah Komering. Setelah terjadinya perubahan geografis karena peristiwa alam, Muara Sungai Komering ( Minanga sekarang ) terjadi pendangkalan sepanjang 125M pertahun kearah Bangka. Sebelum abad ke VIII Minanga masih berada di tepi pantai / muara sungai komering.Setelah terjadi pendangkalan aliran sungai Komering terpecah menjadi 2 cabang sungai mulai dari Minanga kearah hulu sekitar 20 km tepatnya di Rasuan lama. 2 aliran tersebut :
a. Aliran sungai yang lama menyempit disebelah timur sampai diminanga dan rawa / lebak ( Bekas Lautan Purba).
b. Aliran sungai yang baru di sebelah Barat mengalir ke daerah Tobong, Plaju dan bermuara di Musi, kepada mereka yang menghuni aliran sungai Komering yang baru disebut orang Komering Ilir, walaupun kebanyakan dari mereka bukan penduduk yang berbudaya Komering, sedangkan di bagian hulu sungai Komering mulai dari Selabung sampai ke Ranau penduduknya tidak mau disebut orang komering, karena mereka tidak tinggal dipinggiran sungai Komering, mereka menaman dirinya “ JELMA DAYA “ yang berarti ( aktif,dinamis ) tapi mereka pendukung Budaya Komering ( Y.W.Van Royan 1927 ).
c. Sepanjang aliran sungai Komering dari Hulu ( Muara Dua ) sampai dengan Gunung Batu dan juga yang tidak disekitar sungai Komering penduduknya terbagi menjadi 2 Kewedanaan yaitu :
§ Kewedanaan Muara Dua Beribukota di Muara Dua.
§ Kewedanaan Komering Beribukota di Martapura.
Komering adalah pendukung budaya Seminung yang mendiami tepian sungai komering mulai dari Batu Raja Bungin sampai dengan Gunung Batu, dan ada juga yang mendiami daratan yang agak jauh dari pinggiran ungai Komering.Sesuai dengan pemekaran desa / dusunya masing – masing, khusus penduduk yang pendatang bersal dari berbagai daerah = ada yang dari :Batak, Padang, Jawa, Sunda, Ogan dll.
Kebanyakan masyarakat pendatang mendiami daratan dan aliran sungai buatan / bendungan peninggalan zaman Belanda, yang sekarang tetap di renovasi dan dikembangkan masyarakat OKU TIMUR dengan sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian, yang sekarang menggunakan teknologi pertanian yang lebih baik, terbukti dengan sebutan lumbung pangan Sumatera Selatan. Di bidang Kebudayaan; Masyarakat OKU TIMUR terdiri dari beberapa etnis, maka Seni Budaya pun bermacam – macam, meskipun demikian kebudayaan asli masih tetap lestari di tengah – tengah masyarakat pendukungnya yaitu Adat Budaya Komering.
PUHYANG / RUMPUN SAKALA BHRA .
Sebagaimana dijelaskan dalam asal – usul suku komering SAKALA BHRA berarti Titisan / Jelmaan Dewa dari Gunung Seminung, yang sIstem pemberian nama bagi sesepuh atau leluhur disebut Pu – Hyang, berarti tuanku berasal dari Dewa ( dokumentasi Pemda OKU tahun 1979 ) didapat cerita asal – usul berdirinya marga – marga yang menyebar dan adanya 7 Kepuhyangan di sepanjang aliran Sungai Komering.
Pertama kali sekelompok suku dari pegunungan Muaradua ingin mencari tempat – tempat yang dapat memberikan jaminan kehidupan, kemudian bergeraklah mereka menelusuri sungai Komering kearah utara atau hilir dengan menggunakan rakit, dengan berbahasa Komering lama yang disebut (SAMANDA) jadi Samanda adalah Bahasa Komering lama.
Kelompok pertama yang pergi turun gunung adalah kelompok Semendawai. KataSemendawai berasal dari kata SAMANDA di WAY yang berarti menelusuri sungai dari hulu, terakhir mendarat dimuara ( Minanga ) kemudian mereka berpencar mencari tempat – tempat strategis untuk menetap dan mendirikan 7 ke Puhyangan diantaranya:
- Puhyangan Ratu Sabibul pendiri daerah Gunung Batu, gunung batu berarti ( Manusia Gunung ).
- Puhyang Kai Patih Kandi pendiri daerah Maluway ( Maluway / Manduway ) berarti petunjuk arah.
- Puhyang Minak Ratu Damang Bing pendiri daerah Minanga ( Muara )
Kemudian menyusul kelompok ke 2 ( dua ) yang turun gunung adalah :
- Puhyang Umpu Sipandang pendiri daerah Gunung Terang yang berarti orang gunung menempati tempat yang terang ( Padang rumput ). Dalam kegiatannya mereka membuka lahan padang rumput yang luas, kegiatan tersebut dinamakan MADANG
- Puhyang Minak Adi Pati, pendiri daerah Pemuka Peliung. Kegemaran Puhyang tersebut membawa (PELIUNG) sejenis Kampak. Sehingga daerah ini dinamakan Pemuka Peliung ( sekitar ± abad ke 13 pernah terjadi perang Abung )setelah perang abung, berakhir adanya kepuhyangan baru yaitu:
- Puhyang Ratu Penghulu, pendiri daerah Banton.
- Puhyang Umpu Ratu, pendiri daerah Pulau Negara.
- Puhyang Jati Keramat, pendiri daerah Bunga Mayang, bunga mayang berasal dari nama Permaisurinya yang keluar / datang dari Bunga Mayang Pinang ( Peri Bunga Pinang ).
- Puhyang Sibala Kuang / Puhyang DAYA, pendiri daerah Mahanggin terdiri dari Sandang, Rawan, Rujung, Kiti, Lengkayap dll. Nama marga / kepuhyangan ini menggunakan namaBHU WAY / KEBHUAYAN merupakan istilah yang dibawa orang Sakala Bhra baru, (generasi Paksipak atau penerus Sakala Bhra ) setelah pengusiran orang – orang abung dari daerah Komering . Dari ke 7 puhyang yang mendiami sekitar sungai Komering masing – masing berdiri sendiri yang dipimpin oleh seseorang sesepuh disebut puhyang.
Rumah Adat Suku Komering
KOMERING merupakan salah satu suku atau wilayah budaya di Sumatra Selatan, yang berada di sepanjang aliran Sungai Komering. Seperti halnya suku-suku di Sumatra Selatan, karakter suku ini adalah penjelajah sehingga penyebaran suku ini cukup luas hingga ke Lampung.
Suku Komering terbagi beberapa marga, di antaranya marga Paku Sengkunyit, marga Sosoh Buay Rayap, marga Buay Pemuka Peliyung, marga Buay Madang, dan marga Semendawai. Wilayah budaya Komering merupakan wilayah yang paling luas jika dibandingkan dengan wilayah budaya suku-suku lainnya di Sumatra Selatan. Selain itu, bila dilihat dari karakter masyarakatnya, suku Komering dikenal memiliki temperamen yang tinggi dan keras.
Berdasarkan cerita rakyat di masyarakat Komering, suku Komering dan suku Batak, Sumatra Utara, dikisahkan masih bersaudara. Kakak beradik yang datang dari negeri seberang. Setelah sampai di Sumatra, mereka berpisah. Sang kakak pergi ke selatan menjadi puyang suku Komering, dan sang adik ke utara menjadi puyang suku Batak.
Berdasarkan temuan dan analisa sejarah, Dusun Minanga Tuha, di daerah marga Semendawai Suku I, atau dusun keenam dari Dusun Gunung Jati diperkirakan merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya bagian awal. Sedangkan Palembang diyakini sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya bagian tengah, dan Jambi sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya bagian akhir. Kala itu, Minanga Tuha, sebagai kota pelabuhan, atau tempat berlangsungnya aktivitas bongkar dan muat barang serta bersandarnya kapal-kapal Sriwijaya maupun kapal-kapal asing yang memiliki baik hubungan dagang, politik, budaya, maupun religi dengan Sriwijaya.
Sejak abad pertengahan, suku Komering, sama halnya dengan rumpun Melayu lainnya, menerima Islam sebagai sebuah agama dan kepercayaan. Kedatangan Islam itu melahirkan mitos. Mitosnya mengenai seorang panglima dari bala tentara Fatahilah, Banten, bernama Tandipulau, yang menjadi tamu di daerah marga Semendawai Suku III. Ia datang menggunakan perahu menelusuri Sungai Komering. Tandipulau berlabuh dan menetap di daerah marga Semendawai Suku III, tepatnya di Dusun Kuripan. Keturunan Tandipulau membuka permukiman baru di seberang sungai atau seberang dusun Kuripan, yang disebut Dusun Gunung Jati. Selanjutnya, marga Semendawai disebut keturunan Tandipulau dari Dusun Kuripan.
Tandipulau dalam bahasa Komering berarti ‘tuan di pulau’. Makamnya, yang terletak di Dusun Kuripan, hingga kini masih terpelihara. Masyarakat Komering, khususnya marga Semendawai, sering berziarah kubur ke makam tersebut.
Rumah tradisi Komering
Salah satu tanda kebudayaan Komering dari masa lalu, yang hingga kini tetap terjaga adalah rumah. Pada masyarakat Komering, khususnya marga Semendawai, memiliki atau mengenal dua jenis rumah tempat tinggal yang bersifat tradisional, yakni rumah ulu dan rumah gudang.
Berdasarkan struktur bangunan, antara rumah ulu dan rumah gudang pada prinsipnya sama, tapi pembangunan rumah gudang umumnya cenderung mengalami beberapa modifikasi, dan tidak patuh lagi seperti rumah-rumah ulu, terutama untuk arah hadap seperti hulu (utara), liba(selatan), darak (barat), dan laok (timur). Perbedaan lainnya, pada rumah gudang, selalu dibuat atau ada ventilasi yang posisinya tepat berada di atas setiap pintu dan jendela, sedangkan pada rumah ulu tidak mengenal ventilasi udara.
Baik rumah gudang maupun rumah ulu merupakan jenis rumah panggung atau rumah yang memiliki tiang penyangga. Bahan utama pembuatan rumah gudang dan ulu adalah kayu atau papan.
Lantaran rumah gudang Komering lebih muda jika dibandingkan dengan rumah ulu, rumah ini sudah mengenal dan menerapkan kombinasi antara bahan kayu dan paku, kaca, cat, porselen atau marmer, genteng, dan semen. Misalnya banyak tangga atau disebut ijan mukak rumah gudang yang terbuat dari semen berlapis keramik, atau daun pintu dan jendelanya sudah dikombinasikan dengan kaca. Bahkan, kecenderungan akhir-akhir ini, rumah gudang sudah menggunakan tiang penyangga teknik cor beton dan atau batu bata, yang sebelumnya dari gelondong. Dan, di antara tiang rumah umumnya sudah pula diberi dinding semi permanen atau permanen, kemudian dijadikan tempat tinggal atau lambahan bah (rumah bawah). Mengingat bahan kayu yang saat ini semakin langka dan mahal, tampaknya masyarakat Komering lebih banyak memilih atau membangun jenis rumah gudang.
Rumah ulu sepenuhnya menggunakan bahan kayu atau papan. Tiang penyangga menggunakan gelondongan, lalu tangga, dinding, pintu, dan jendela menggunakan papan. Atap rumah dibuat dari daun enau dengan teknik rangkai-tumpuk. Tapi mengingat daya tahan dan gampang terbakar, sekarang atap daun enau ini diganti atap genteng.
Sambungan kayu pada rumah ulu tidak menggunakan paku, tetapi menggunakan pasak kayu atau bambu, termasuk untuk engsel pintu, dan jendelanya juga masih menggunakan teknik engsel pasak. Mengingat bahan kayu yang saat ini mahal dan langka, sejak tiga dasawarsa terakhir, masyarakat Komering mulai jarang membangun rumah ulu.
Berdasarkan struktur bangunannya, rumah ulu terbagi atas tiga bagian, yakni bagian depan (garang), rumah bagian tengah atau utama (ambin, haluan, dan kakudan) serta rumah bagian belakang (pawon). Bagi masyarakat Komering, rumah tengah atau utama bersifat sakral, sedangkan garang atau pawon bersifat profan sehingga pada pintu depan (rawang balak) dari garang ke haluan, dan juga pada pintu belakang (rawang pawon) dari kakudan ke pawon, konstruksi kusen pintunya dibuat tinggi atau ada langkahan (ngalangkah). Rumah tengah atau utama dibagi menjadi tiga ruang, yaitu ambin atau kamar tidur, haluan, dan kakudan.
Berdasarkan struktur lantai pada rumah ulu, dapat diketahui setiap ruang memiliki hierarkis yang ditandai peninggian atau merendahkan lantai ruangannya.
Ambin memiliki kedudukan yang tertingggi (dunia atas), selanjutnya haluan dan kakudan (dunia tengah) serta garang dan pawon (dunia bawah). Untuk lantai haluan sama tinggi dengan lantai kakudan , dan di antara keduanya tidak terdapat dinding.
Berdasarkan hierarki rumah ulu, haluan memiliki tingkatan yang sama dengan kakudan, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Haluan (perempuan) dan kakudan (laki-laki). Sebagai penanda bahwa adanya perbedaan fungsi antara haluan dan kakudan, di antara lantai haluan dan kakudan diberi kayu balok panjang yang posisinya melintang, dan di atasnya ada sangai (tiang), sebagai perantara haluan dengan kakudan.
Sedangkan untuk lantai garang dan pawon (dunia bawah) posisinya paling rendah baik dari lantai ambin, haluan, maupun kakudan. Haluan posisinya berada di tengah-tengah rumah ulu, diapit dari arah sebelah laok-darak (barat-timur) dan hulu-liba/hilir (utara-selatan), yakni oleh ambin-kakudan dan garang-pawon.
Ambin (kamar tidur) memiliki kedudukan tertinggi dan suci, sejalan dengan pandangan masyarakat Komering bahwa keluarga harus dijunjung tinggi kesucian dan kehormatannya. Karenanya, dalam struktur rumah ulu, posisi ambin di sebelah laok (barat=arah salat/kiblat).
Haluan adalah perempuan, sedangkan kakudan adalah laki-laki, itulah sebabnya balai pari (lumbung padi = perempuan) posisinya tepat di bawah haluan, dan kandang hewan berada di bawah kakudan (tanduk =laki-laki).
Dalam sebuah acara adat yang disebut Ningkuk, haluan hanya diperuntukkan bagi perempuan dan kakudan tempat laki-laki. Jika ada pemuda yang bertamu ke rumah seorang gadis, si pemuda hanya boleh duduk di kakudan, dan si gadisnya harus berada di haluan. Untuk tamu yang baru dikenal biasanya akan dijamu di garang, sedangkan untuk tamu-tamu yang sudah dikenal baik oleh tuan rumah, biasanya akan dipersilakan masuk dengan melangkah rawang balak (hubungan darah dan mentalitas kelompok atau keluarga).
Dalam upacara adat melamar, ketika pihak keluarga calon besan mempelai laki-laki baru datang, terlebih dahulu mereka akan ditempatkan di garang, setelah menjalani beberapa prosesi, barulah rombongan dapat dipersilakan masuk ke rumah tengah atau utama, dalam hal ini haluan untuk perempuan dan kakudan bagi laki-laki. Demikian pula pada saat akan melangsungkan akad nikah, posisi duduk calon mempelai laki-laki harus di kakudan, sedangkan calon mempelai wanita di haluan. Setelah selesai akad nikah, baru kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan yang berada di ruang haluan, posisi atau arah hadap pelaminan tempat kedua mempelai bersanding biasanya ke utara atau hulu.
Adat Perkawinan
Sebambangan begitulah orang-orang yang tinggal di kawasan Oku Timur menyebut acara pernikahan yang biasa di lakukan oleh suku komering di kabupaten OKU Timur. Sebenarnya adat ini berasal dari daerah lampung, karena notabene suku komering dan suku lampung adalah 1 nenek moyang, yang mana bisa di lihat dr bahasa yang lebih dr 90% mempunyai kosakata yang sama.
Ritual acara pernikahan suku komering ini bisa di bilang ritual yang unik, dan menarik, ritual ini di mulai dengan pihak lelaki yang meminta izin kepada orang tua pihak perempuan untuk membawa sang gadis yang akan di nikahi nya ini, seperti kisah2 di film jika orang tua dr gadis ini menyetujui maka pihak laki-laki membawa gadis ini untuk pulang kerumah sang laki-laki untuk di kenalkan dengan keluarga, tapi di sini acaranya penuh skenario, dlam acara ini seolah olah si gadis dan si pemuda seolah-olah tidak di izinkan oleh orang tua gadis seolah olah kawin lari padahal yang sebenarnya orang tua mengizinkan anak gadis nya di bawa oleh pihak laki-laki ini, dengan syarat laki-laki harus menuruti permintaan dari perempuan untuk orang tua yang di tinggalkan , biasanya berupa uang..
setelah gadis di bawa lari ke rumah pihak si pemuda, maka keluarga dari pihak pemuda menyambutnya dengan penuh suka cita, di adakan nya lah pesta seperti makan-makan, pengajian, dan persiapan berikutnya yang akan mengantar kedua mempelai untuk kembali mengunjungi kembali kedua orang tua dari pihak si gadis, maka di persiapkan lah macam2 persiapan bahkan pihak dari mempelai pria menyiapkan petarung untuk melawan petarung dr pihak perempuan, (karena di sini seolah2 pihak dari perempuan tidak menyetujui kebersamaan mereka) singkat cerita pihak laki-laki dan rombongan membawa gadis yang akan di nikahinya menuju rumah keluarga perempuan, yang mana pihak perempuan pun sudah siap menyambut kedatangan pihak dr laki-laki, setelah sampai di kediaman orang tua pihak perempuan di sinilah letak keseruan, dan ada lucu-lucunya, ketika orang tua perempuan melihat laki-laki yang membawa anak gadisnya pergi maka seolah olah sang bapak dari si gadis ini marah, pitam(cuma akting ) karena tidak menyetujui pernikahan anak nya, maka di keluarkan lah jawara masing-masing dr kedua belah pihak ini untuk bertarung, dengan tarung ala silat lampung/ komering tentunya, setelah acara ini pihak dari perempuan mempersilahkan pihak laki-laki untuk masuk rumah, dan menyiapkan penghulu untuk menikah kan kedua belah pihak ini.....
itulah sedikit ulasan tentang adat sebambangan di kampung halaman saya, sebambangan yang benar tentunya , tp seiring berjalan nya waktu ritual ini kadang di salah artikan oleh masyarakat lain, yang mana masyarakat menganggap bahwa sang gadis sudah di apa2in oleh pihak laki-laki makanya mau sebambangan, padahal tidak, sebambangan hanya sebuah ritual untuk memeriahkan atau menyambut kegembiraan yang di dapat oleh ke dua mempelai, sekarang pun acara sebambangan ini sudah agak pudar..
jadi suku komering adalah salah satu suku asli dari sumatera selatan. di lampung suku ini bernama suku lampung tetapi di sumatera selatan bernama suku komering. mereka berasal dari Kepaksian Sekala Brak yang telah lama bermigrasi ke dataran Sumatera Selatan pada sekitar abad ke-7 dan telah menjadi beberapa Kebuayan atau Marga.
suku komering terbagi beberapa marga: paku sengkunyit,sosoh buay rayap, buay pemuka peliyung, buay madang dan marga semendawai.
suku komering termasuk dalam etnic melayu tua atau proto melayu, menurut cerita rakyat mereka masih bersaudara dengan suku batak di sumatera utara, walaupun belum sebetulnya benar kepastiannya, dan belum terdapat bukti yang cukup valid.
Nama Komering berasal dari sungai Komering karena kehidupan mereka sangat bergantung pada sungai itu. Suku Komering terbagi atas dua kelompok besar : Komering Ilir yang tinggal di sekitar Kayu Agung dan Komering Ulu yang tinggal di sekitar kota Baturaja, Martapura.
suku komering telah lama mendiami sumatera selatan yang menyebar menyusuri sungai-sungai di sumatera selatan, kegiatan tersebut mereka sebut samanda way = menyusuri sungai.
suku komering memiliki bahasa yang unik, bahasanya di sebut bahasa komering.dan memiliki rumah adat yakni rumah ulu dan rumah gudang.
sebagian besar mata pencaharian mereka mencari ikan di sungai, berkebun (buah-buahan= durian,duku)(kopi,karet,sawit) dan sedikit bertani sawah.
mereka umumnya berkebun buah-buahan seperti durian, duku (langsak), rambutan, cempedak dll.
suku komering masih sangat memegang teguh adat istiadatnya. namun sayang masih banyak masyarakat indonesia tidak mengenal suku tersebut yang sebenarnya memiliki kebudayaan dan bahasa yang sangat menarik.
walaupun suku komering hanya sebagian kecil dari suku-suku di indonesia tapi sebaiknya kebudayaan suku komering harus di perhatikan keberadaanya di indonesia ini,
suku komering terbagi beberapa marga: paku sengkunyit,sosoh buay rayap, buay pemuka peliyung, buay madang dan marga semendawai.
suku komering termasuk dalam etnic melayu tua atau proto melayu, menurut cerita rakyat mereka masih bersaudara dengan suku batak di sumatera utara, walaupun belum sebetulnya benar kepastiannya, dan belum terdapat bukti yang cukup valid.
Nama Komering berasal dari sungai Komering karena kehidupan mereka sangat bergantung pada sungai itu. Suku Komering terbagi atas dua kelompok besar : Komering Ilir yang tinggal di sekitar Kayu Agung dan Komering Ulu yang tinggal di sekitar kota Baturaja, Martapura.
suku komering telah lama mendiami sumatera selatan yang menyebar menyusuri sungai-sungai di sumatera selatan, kegiatan tersebut mereka sebut samanda way = menyusuri sungai.
suku komering memiliki bahasa yang unik, bahasanya di sebut bahasa komering.dan memiliki rumah adat yakni rumah ulu dan rumah gudang.
sebagian besar mata pencaharian mereka mencari ikan di sungai, berkebun (buah-buahan= durian,duku)(kopi,karet,sawit) dan sedikit bertani sawah.
mereka umumnya berkebun buah-buahan seperti durian, duku (langsak), rambutan, cempedak dll.
suku komering masih sangat memegang teguh adat istiadatnya. namun sayang masih banyak masyarakat indonesia tidak mengenal suku tersebut yang sebenarnya memiliki kebudayaan dan bahasa yang sangat menarik.
walaupun suku komering hanya sebagian kecil dari suku-suku di indonesia tapi sebaiknya kebudayaan suku komering harus di perhatikan keberadaanya di indonesia ini,
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya






Komentar
Posting Komentar